Suku
Lampung
Etnis Lampung yang biasa
disebut Ulun Lampung [Orang Lampung] secara
tradisional geografis adalah suku yang menempati seluruh provinsi Lampung dan
sebagian provinsi Sumatera Selatan bagian selatan dan tengah yang
menempati daerah Martapura, Muaradua di Komering Ulu, Kayu Agung, Tanjung Raja
di Komering Ilir, Merpas di sebelah selatan Bengkulu
serta Cikoneng di pantai barat Banten.
Falsafah Hidup "Piil Pesenggiri"
Piil Pesenggiri yaitu harga diri
merupakan falsafah hidup masyarakat atau suku Lampung. Piil Pesenggiri juga
sebagai pencerminan wajah masyarakat suku Lampung, dengan falsafah Piil
Pesenggiri ini masyarakat suku Lampung dapat hidup berdampingan secara damai
sesama suku Lampung maupun kepada masyarakat pendatang.
- Bejuluk Beadek (Bejuluk Beadok) @
berakhlak terpuji, berjiwa besar, bertanggung jawab, berkepribadian
mantap, melaksanakan kewajiban.
- Nengah Nyimah @ Bermasyarakat dan terbuka
tangan.
- Sakai Sambayan @ Berjiwa sosal, tolong
menolong, bergotong royong.
- Carem Ragem (Caghom Ghagom) @ Mempertahankan
persatuan dan kesatuan.
- Mufakat @ Bermusyawarah untuk mencapai satu
tujuan terbaik untuk banyak orang.
Sebagai falsafah atau pandangan hidup,
maka ini sangat penting bagi masyarakat Lampung. Bila seseorang mengabaikannya
maka ia akan disisihkan dan terasing dalam masyarakat Lampung.
Asal usul
Asal-usul Ulun Lampung erat kaitannya
dengan istilah Lampung sendiri. Kata Lampung sendiri berasal dari kata
"anjak lambung" yang berarti berasal dari ketinggian ini karena para
puyang Bangsa Lampung pertama kali bermukim menempati dataran tinggi Sekala
Brak di lereng Gunung Pesagi. Sebagaimana I Tsing yang pernah mengunjungi
Sekala Brak setelah kunjungannya dari Sriwijaya dan dia menyebut To-Langpohwang
bagi penghuni Negeri ini. Dalam bahasa hokkian, dialek yang dipertuturkan oleh
I Tsing To-Langpohwang berarti orang atas dan seperti diketahui Pesagi dan
dataran tinggi Sekala brak adalah puncak tertinggi ditanah Lampung.
Prof Hilman
Hadikusuma di dalam bukunya (Adat Istiadat Lampung:1983) menyatakan bahwa
generasi awal Ulun Lampung berasal dari Sekala Brak, di kaki Gunung Pesagi,
Lampung Barat. Penduduknya dihuni oleh Buay Tumi yang dipimpin oleh seorang
wanita bernama Ratu Sekerummong. Negeri ini menganut kepercayaan dinamisme,
yang dipengaruhi ajaran Hindu Bairawa.
Buay Tumi
kemudian dapat dipengaruhi empat orang pembawa Islam yang berasal dari
Pagaruyung, Sumatera Barat yang datang ke sana. Mereka adalah Umpu Bejalan
diWay, Umpu Nyerupa, Umpu Pernong dan Umpu Belunguh. Keempat Umpu inilah yang merupakan
cikal bakal Paksi Pak Sekala Brak sebagaimana diungkap naskah kuno Kuntara Raja
Niti. Namun dalam versi buku Kuntara Raja Niti, nama puyang itu adalah Inder
Gajah, Pak Lang, Sikin, Belunguh, dan Indarwati. Berdasarkan Kuntara Raja Niti,
Prof Hilman Hadikusuma menyusun hipotesis keturunan Ulun Lampung sebagai
berikut:
- Inder Gajah
Gelar: Umpu Lapah di Way
Kedudukan: Puncak Dalom, Balik Bukit
Keturunan: Orang Abung
·
Pak Lang
Gelar: Umpu Pernong
Kedudukan: Hanibung, Batu Brak
Keturunan: Orang Pubian
·
Sikin
Gelar: Umpu Nyerupa
Kedudukan: Tampak Siring, Sukau
Keturunan: Jelma Daya
·
Belunguh
Gelar: Umpu Belunguh
Kedudukan: Kenali, Belalau
Keturunan: Peminggir
·
Indarwati
Gelar: Puteri Bulan
Kedudukan: Cenggiring, Batu Brak
Keturunan: Tulang Bawang
Adat-istiadat
Pada dasarnya
jurai Ulun
Lampung adalah berasal dari Sekala Brak, namun dalam
perkembangannya, secara umum masyarakat adat Lampung terbagi dua yaitu
masyarakat adat Lampung Saibatin dan masyarakat adat Lampung Pepadun.
Masyarakat Adat Saibatin kental dengan nilai aristokrasinya, sedangkan
Masyarakat adat Pepadun yang baru berkembang belakangan kemudian setelah seba
yang dilakukan oleh orang abung ke banten lebih berkembang dengan nilai nilai
demokrasinya yang berbeda dengan nilai nilai Aristokrasi yang masih dipegang
teguh oleh Masyarakat Adat Saibatin.
Masyarakat adat
Lampung Saibatin
Masyarakat Adat
Lampung Saibatin mendiami wilayah adat: Labuhan Maringgai, Pugung, Jabung, Way
Jepara, Kalianda, Raja Basa, Teluk Betung, Padang Cermin, Cukuh Balak, Way
Lima, Talang Padang, Kota Agung, Semaka, Suoh, Sekincau, Batu Brak, Belalau,
Liwa, Pesisir Krui, Ranau, Martapura, Muara Dua, Kayu Agung, empat kota ini ada
di Propinsi Sumatera
Selatan, Cikoneng di Pantai Banten dan bahkan
Merpas di Selatan Bengkulu. Masyarakat
Adat Saibatin seringkali juga dinamakan Lampung Pesisir karena sebagian besar
berdomisili di sepanjang pantai timur, selatan dan barat lampung, masing masing
terdiri dari:
- Paksi Pak Sekala Brak (Lampung
Barat)
- Keratuan Melinting (Lampung Timur)
- Keratuan Darah Putih (Lampung Selatan)
- Keratuan Semaka (Tanggamus)
- Keratuan Komering (Provinsi Sumatera Selatan)
- Cikoneng Pak Pekon (Provinsi Banten)
Masyarakat adat
Lampung Pepadun
Masyarakat beradat Pepadun/Pedalaman
terdiri dari:
- Abung Siwo Mego (Unyai, Unyi, Subing, Uban, Anak
Tuha, Kunang, Beliyuk, Selagai, Nyerupa). Masyarakat Abung mendiami tujuh
wilayah adat: Kotabumi, Seputih Timur, Sukadana, Labuhan Maringgai,
Jabung, Gunung Sugih, dan Terbanggi.
- Mego Pak Tulangbawang (Puyang Umpu, Puyang Bulan,
Puyang Aji, Puyang Tegamoan). Masyarakat Tulangbawang mendiami empat
wilayah adat: Menggala, Mesuji, Panaragan, dan Wiralaga.
- Pubian Telu Suku (Minak Patih Tuha atau Suku
Manyarakat, Minak Demang Lanca atau Suku Tambapupus, Minak Handak Hulu
atau Suku Bukujadi). Masyarakat Pubian mendiami delapan wilayah adat:
Tanjungkarang, Balau, Bukujadi, Tegineneng, Seputih Barat, Padang Ratu,
Gedungtataan, dan Pugung.
- Sungkay-WayKanan Buay Lima (Pemuka, Bahuga,
Semenguk, Baradatu, Barasakti, yaitu lima keturunan Raja Tijang Jungur).
Masyarakat Sungkay-WayKanan mendiami sembilan wilayah adat: Negeri Besar,
Ketapang, Pakuan Ratu, Sungkay, Bunga Mayang, Blambangan Umpu, Baradatu,
Bahuga, dan Kasui.
Falsafah Hidup
Ulun Lampung
Falsafah Hidup Ulun Lampung termaktub
dalam kitab Kuntara Raja Niti, yaitu:
- Piil-Pusanggiri (malu
melakukan pekerjaan hina menurut agama serta memiliki harga diri)
- Juluk-Adok (mempunyai kepribadian sesuai
dengan gelar adat yang disandangnya)
- Nemui-Nyimah (saling
mengunjungi untuk bersilaturahmi serta ramah menerima tamu)
- Nengah-Nyampur (aktif
dalam pergaulan bermasyarakat dan tidak individualistis)
- Sakai-Sambaian (gotong-royong
dan saling membantu dengan anggota masyarakat lainnya)
Sifat-sifat di atas dilambangkan dengan
‘lima kembang penghias sigor’ pada lambang Provinsi Lampung.
Sifat-sifat
orang Lampung tersebut juga diungkapkan dalam adi-adi (pantun):
Tandani ulun Lampung, wat piil-pusanggiri
Mulia heno sehitung, wat liom ghega dighi
Juluk-adok gham pegung, nemui-nyimah muaghi
Nengah-nyampugh mak ngungkung, sakai-Sambaian gawi.
Bahasa Lampung
Artikel Lengkap di Bahasa Lampung
Bahasa Lampung, adalah sebuah
bahasa yang
dipertuturkan oleh Ulun Lampung di Propinsi
Lampung, selatan palembang dan pantai barat Banten. Bahasa ini
termasuk cabang Sundik, dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia barat dan dengan ini
masih dekat berkerabat dengan bahasa Sunda, bahasa Batak, bahasa Jawa, bahasa Bali, bahasa Melayu dan
sebagainya.
Berdasarkan
peta bahasa, Bahasa Lampung memiliki dua subdilek. Pertama, dialek A (api) yang
dipakai oleh ulun Sekala Brak, Melinting Maringgai, Darah Putih Rajabasa, Balau
Telukbetung, Semaka Kota Agung, Pesisir Krui, Ranau, Komering dan Daya (yang
beradat Lampung Saibatin), serta Way Kanan, Sungkai, dan Pubian (yang beradat
Lampung Pepadun). Kedua, subdialek O (nyo) yang dipakai oleh ulun Abung dan
Tulangbawang (yang beradat Lampung Pepadun).
Dr Van Royen
mengklasifikasikan Bahasa Lampung dalam Dua Sub Dialek, yaitu Dialek Belalau atau
Dialek Api dan Dialek Abung atau Nyow.
Aksara Lampung
Artikel Lengkap di Aksara Lampung
Aksara lampung yang disebut
dengan Had Lampung adalah bentuk tulisan yang memiliki hubungan dengan
aksara Pallawa dari India Selatan. Macam tulisannya fonetik berjenis suku kata
yang merupakan huruf hidup seperti dalam Huruf Arab dengan menggunakan tanda
tanda fathah di baris atas dan tanda tanda kasrah di baris bawah tapi tidak
menggunakan tanda dammah di baris depan melainkan menggunakan tanda di
belakang, masing-masing tanda mempunyai nama tersendiri.
Artinya Had
Lampung dipengaruhi dua unsur yaitu Aksara Pallawa dan Huruf Arab. Had Lampung
memiliki bentuk kekerabatan dengan aksara Rencong, Aksara Rejang
Bengkulu dan Aksara Bugis. Had Lampung terdiri dari huruf induk, anak huruf,
anak huruf ganda dan gugus konsonan, juga terdapat lambing, angka dan tanda
baca. Had Lampung disebut dengan istilah KaGaNga ditulis dan dibaca dari kiri
ke kanan dengan Huruf Induk berjumlah 20 buah.
Aksara lampung
telah mengalami perkembangan atau perubahan. Sebelumnya Had Lampung kuno jauh
lebih kompleks. Sehingga dilakukan penyempurnaan sampai yang dikenal sekarang. Huruf atau Had
Lampung yang diajarkan di sekolah sekarang adalah hasil dari penyempurnaan
tersebut.
0 comments:
Post a Comment